Mahasiswa adalah agen pembawa perubahan. Sejak pertama saya masuk, kalimat itu yang terus menerus saya dengar. Sejak Ospek mindset itu yang berusaha ditanamkan. Mulai dari teriakan terikaan, pemaparan masalah, dan arahan untuk melakukan sebuah kritisi terus dikenalkan. Dalam sebuah proses, kita dibentuk menjadi sebuah mesin kritik bagi pendapat seseorang. Pernah saya dengar dari perkataan seseorang yang dianggap dewa yaitu "yang penting beda dulu, kalo alesan nanti gampang" ditambah dengan senyum sinisnya. Apakah disitu letak perubahannya? Apakah itu akan menafikkan kebenaran dengan sebuah rasionalisasi?
Ada gula pasti ada semut. Setiap aksi pasti ada sebuah reaksi. Semua tindakan yang diterapkan kepada mahasiswa baru berimbas pada karakter generasi tersebut. Dibiasakan dengan berpendapat tanpa ada tujuan sebagai "solutor", dilatih untuk menciptakan konflik tanpa adanya tujuan membangun, membuat mental yang tercipta adalah mental "knalpot bobokan" (wis seru, mbriski, asep tok, bantere juga ora sepiraha).
Turut prihatin sebenarnya, mereka yang seharusnya merubah bangsa ini menjadi maju malah hanya bisa berbicara tanpa adanya aksi nyata. Beberapa hari ini, berapa orang datang kepada saya dan berkata "aku bingung soal ini" dan "aku nggak bisa soal itu". Aneh, mereka tahu apa yang mereka tidak mampu lakukan, tetapi mereka tidak belajar. Mereka tahu apa yang mereka tidak tahu, tapi mereka tidak berusaha mencarinya. Hanya sebatas kata kata mungkin sudah memberikan kepuasan. Sebagian hanya mengatakan ingin berubah, namun ya hanya formalitas saja. Sebuah renungan bagi kita semua, karena bertindak jauh lebih sulit dari pada berbicara. Tuhan menciptakan sepasang tangan sepasang kaki dan satu mulut, membuktikan bahwa kita diciptakan untuk lebih banyak bertindak daripada berbicara.
Indonesia butuh perubah, bukan pembawa perubahan (ngomong tok).
Kalo mau belajar ya lakukan, buakn katakan!
No comments:
Post a Comment